Berdasarkan penjelasan Tri Turnadi, M.Pd kepada mantan Pjs Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera selatan Drs Sutoko melalui rekaman Voice Note WA yang berbunyi, “Pak sebelumnya perlu saya sampaikan sama pak sutoko bahwa anak kita ini memiliki berkebutuhan khusus anak ini dikatakan AUTIS tingkat satu(1) dan waktu anak kita sekolah di Bandung SMP anak ini sekolah di Home School bukan sekolah di Negeri atau Swasta jadi anak ini sekolah di Home School kemudian anak ini kita masukan di Sekolah SMA N 2 ternyata anak kita ini banyak sekali permasalahan yang harus di hadapi terutama anak ini berkebutuhan khusus otomatis ada pendamping khusus sementara sekolah kita tidak menyiapkan guru untuk mendampingi secara khusus sehingga dalam pelaksanaan evaluasi dalam 3 Bulan ini banyak hal-hal yang katakanlah banyak di luar dugaan kita salah satu yang sering dilakukan anak kita ini adalah tidak pokus sehingga dalam kelas di selalu ribut menggangu teman-temannya mengganggu guru sehingga dalam KBN anak-anak merasa terganggu guru-guru juga merasa terganggu belum lagi kegiatan-kegiatan dibebankan tugas kepada anak ini sehingga tidak bisa apa-apa dalam arti anak ini memang harus ada perlakuan khusus untuk membina anak ini tidak bisa di lepaskan begitu saja jadi selama KBN selama pelaksanaan ulangan semester ini anak ini tidak bisa apa-apa hanya bisa menulis tidak mengerti apa yang diberikan tugas kepada dia dan yang lebih katakan lah menghawatirkan lagi anak ini aktifitasnya dikatakan butuh kepribadian dibina benar karna anak ini tidak tau mana guru mana teman dan mana orang tua dipukul rata sehingga seringga sering kejadian anak ini sering ngomong kotor masuk ke ruang guru bertanya tidak di layani atau tidak mendapatkan tidak puas langsung marah-marah langsung ngomong kotor anak ini di kelas juga sama di ruang TU juga sama dengan sayapun dia pernah ngomong kotor jadi anak ini pak sutoko anak ini harus sekolah di tempat khusus minimal di SLB atau dia kembali di sekolah Home scool jadi kalau dia tetap sekolah di tempat kita ini dia akan menggangu anak-anak,anak-anak sudah mengeluh Bapak ibu gurupun sudah mengeluh di datangi anak-anak saya kawatir hanya karna satu orang tiga puluh enam anak harus dikorbankan jadi pertimbangan kemarin kami rapat dengan guru dengan wali kelas bapak kesiswaan anak ini kita sarankan kita kembalikan ke rumah dan di carikan sekolah yang mana ada pendamping khusus salah satunya ke SLB atau ke sekolah-sekolah yang mana bisa menampung anak ini untuk memberika pelayanan khusus kepada anak ini jadi itu salah satu saya kawatir kita harus mengorbankan Tiga puluh enam anak hanya karna satu anak mengorbankan Tujuh belas orang guru hanya untuk satu anak itulah pertimbangan kami jadi mohon maaf pak sutoko jadi anak ini harus memiliki pendampingan khusus dan itu tidak ada di sekolah kita jadi mohon pengertiaannya pak sutoko itulah kronologi yang terjadi dengan anak kita ini”.
Sesuai surat pernyataan yang dikeluarkan Dr. Rina Adeline, SpMK. M. Kes , ABBARM, FAARM di Klinik Intervensi Biologi Medis(KIBM) pada tanggal 21 November 2024 diDepok yang ditanda tangani dan distampel adalah penyandang Gangguan Metabolik VDR, MTHFR A-3 , MAO CBS, COMT atau gangguan Fokus dan Konsentrasi bukan Autis tingkat satu (1) seperti yang dikatakan Dr. Tri Turnadi , M.Pd Kepala Sekolah SMAN 2 Lahat didalam rekaman Voice Note WA.
MA salah satu siswa SMA N 2 Lahat yang diduga dipaksakan keluar dari SMAN 2 Lahat beberapa waktu yang lalu berdasarkan diagnosa dokter Rina Adelia.dr,.SpMK,.MKes dokter terbaik se Asia MA bukanlah Autis bahkan saat ini MA diterima disalah satu sekolah Palembang dengan jalur umum bukan jalur ABK ,Hal ini sesuai pernyataan orang tua MA.
HU orang tua dari MA 24-11-2024 Saya orang tua dari Ma sangat kecewa dan sangat sakit hati dengan penjelasan dari Tri Turnadi selaku kepala sekolah SMA Negeri 2 Lahat yang menyatakan bahwa anak kami ini autis tingkat satu (1),tentunya kami selaku orang tua sangat paham dengan anak kami, anak kami didik sehingga melewati tahapan demi tahapan dalam membesarkan anak kami sebagaimana layaknya orang tua pada umumnya.Penjelasan bahwa anak kami bukanlah Autis yaitu dengan adanya bukti lampiran surat dari keterangan dokter Rina Adeline SPMK.MKes.ABBARM.,FAARM diklinik Intervensi Biologi Medis (KIBM) dokter terbaik untuk menangani anak-anak Autis dan berkebutuhan khusus. Pernyataan dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti pada aturan-aturan yang telah diterapkan oleh dokter Adeline kepada anak kami. Hasil tersebut berdasarkan sampel pemeriksaan urine dan darah yang di bawa ke salah satu laboratorium di luar Negeri dan hasilnya mengatakan anak kami bukanlah Autis, dengan kejadian ini untuk lebih mempertegas dan memperkuat bahwa anak kami bukanlah Autis. Surat keterangan tersebut dikeluarkan oleh pihak dokter Rina yang menyatakan bahwa anak kami bukanlah Autis dan hanya mempunyai gangguan dalam konsentrasi dan fokus dan itu bukan Autis.Tentunya kami orang tua mengucapkan puji syukur dan kami bahagia karena anak kami tidak seperti yang dikatakan oleh pak Tri selaku Kepala Sekolah, orang tua mana yang tidak sakit hati apabila anaknya diganggu dijelekkan dicampakan oleh orang-orang yang tidak berkompetensi dalam hal seperti kepala sekolah yang mengecam mengatakan anak kami autis tingkat satu (1 )padahal bukan rana kepala sekolah untuk menyatakan hal demikian, “ujarnya”.
Sebagai seorang kepala sekolah yang tidak memiliki dasar medis tidak sepantasnya menghakimi seseorang terutama anak didiknya sendiri sebagai anak autis. Seorang dokter saja yang memang ahli dalam bidangnya memerlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut untuk mendiagnosis seseorang mengenai suatu penyakit, tetapi pak Tri dengan arogannya mendiagnosis anak kami, padahal pak Tri sendiri tidak mengerti apa yang dibicarakannya.
Dalam hal ini terlihat sekali ketidakmampuan, ketidakpantasan dan ketidakbijasanaan pak Tri selaku kepala sekolah dalam hal memimpin sekolah. Apakah pantas seorang kepala sekolah mendiagnosis, menyebarkan hal-hal yang hanya ada dipikirannya tanpa bukti pendukung yang kuat.
HU menambahkan Kalau bukan Wali Kelas yang menyatakan dirinya sudah tidak sanggup lagi untuk mengajar anak kami, bahkan mengatakan menyerah untuk mengajar tentunya orang tua mana yang tidak mau anaknya tetap bertahan untuk tetap bersekolah, namun ucapan ibu Tesi selaku wali kelas ini diperkuat lagi dengan ucapan Pak Tri Turnadi selaku kepala sekolah yang mengatakan Sadar Dirilah Bu Dokter ,sadar dirilah Pak MA dan dari maksud sadar diri itu merupakan penghinaan dan mengarah agar anak kami segera keluar dari SMAN 2 Lahat ucapan tersebut keluar pada saat rapat. Maka dari itu kami mencari sekolah baru untuk anak kami, alhamdulilah saat ini anak kami sudah sekolah dan akan menempuh ujian yang didampingi oleh neneknya. Inilah yang membuat kami sedih dan pilu ,kami selaku orang tua tidak bisa mendampingi anak kami dalam masa pembelajarannya, tidak bisa mensuport anak kami dimana diusia tingkat SMA adalah usia yang sangat butuh perhatian juga pemberian semangat dari kedua orang tua. Harapan saya Negara kita ini adalah Negara Hukum dan Negara adil, saya kembalikan fitranya semua masalah ini kepada Undang-Undang dan peraturan yang berlaku diNegara Indonesia yang tentunya akan melindungi daripada orang yang benar, “tambahnya dengan penuh harap”.
Tri Turnadi, M.Pd Kepala Sekolah SMAN 2 Lahat saat dikomfirmasi oleh awak media ini 10-11-2024 Nomor 0852-6759-XXXX sampai berita ini diterbitkan tidak memberikan jawaban bahkan memblokir nomor awak media ini.
“BERSAMBUNG KEEDISI SELANJUTNYA”
SYAHRIL
“TEAM PEMBURU KORUPTOR”